HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK dengan NASABAH


HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK dengan NASABAH
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Hukum perbankan di Indonesia
Dosen Pengampu: Bapak Ja’far Baihaqi





      Oleh:
M. Nadhiful Labib                 (1402036064)


           FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
                                                                  2017



I.                   Pendahuluan
A.    Latar belakang
Nasabah dan bank adalah dua unsusr yang mengikat perjanjian kerjasama dalam hal perbankan. Sehingga bank mempunyai hak dan kewajiban begitu juga Nasabah mempunyai hak dan kewajiban. Sehingga bank dan nasabah harus mempunyai regulator untuk melindungi keduanya. Dalam hal perbankan kemungkinan terjadinya penipuan sangat besar sebab menyangkut masalah keuangan yang dibutuhkan masyarakat dan bank.
Jika kita melihat berita, banyak sekali wan prestasi yang terjadi antara bank dan nasabah. kenapa bisa terjadi, diantaranya adalah beratnya aturan yang diberikan oleh bank atau ada niat tidak baik dari pihak nasabah. Aturan yang dibuat baik untuk nasabah atau bank adalah untuk menjaga kepercayaan karena ada kepastian hukum yang jelas. Ini berkaitan dengan fungsi bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan penyaluran.
Perbankan adalah salah satu penyangga pembangunan ekonomi di Indonesia. Ada beberapa fungsi bank diantaranya adalah menghimpun dana dan menditribusikanya dalam pasal 3 Undang – undang no 10 tahun 1998 tentang perbankan. Semua praktek perbankan mengacu pada undang – undang dasar 1945.
Dari latar belakang diatas kita bisa simpulkan bahwa ada beberapa aturan dalam perundang – undangan yang mengatur antara bank dan nasabah. Dari situ kami ingin mencoba memberikan penjelasan terkait hukum dan aturan – aturan yang berlaku.  
B.     Rumusan Masalah
1.   Bagaimana asas Kebebasan  Berkontrak di Indonesia?
2.   Bagaimana hubungan Formal Nasabah dengan Bank?
3.   Bagaimana Aspek Hukum Para Pihak ?





II.                Pembahasan
A.    Bagaimana asas Kebebasan  Berkontrak di Indonesia?
Secara terminology bank berasal dari Bahasa Italy yang berarti bangku. Pada waktu itu banker Italy memberikan pinjaman – pinjaman kepada nasabahnya dengan duduk dibangku di halaman pasar.
Pengertian Bank ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998,bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuklainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Di antara usaha Bank Umum sebagaimana di atas, terdapat usaha yang lain yaitu menerbitkan surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan atas perintah nasabahnya.[1]
Menurut ketentuan pasal 1 angka 5 UU no 10 Tahun 1998 ada dua hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana yaitu:
1.      Hubungan yang didasarkan atas kepercayaan, dan
2.      Hubungan yang didasarkan perjanjian penyimpanan.[2]  
Hukum yang berkaitan dengan perbankan adalah hukum perbankan. Dalam hukum ini terdapat berbagai hal dengan seperangkat kaidah diantaranya adalah peraturan perundang – undangan yang berbentuk Yurispudensi, doktrin dan berbagai sumber hukum lain yang mengatur masalah perbankan. Masalah – masalah dalam perbankan seperti perbankan sebagai lemabaga, aspek kegiatanya sehari – hari, aturan – aturan yang harus dipebuhi, etika para petugas bank, hak, kewajiban dan tugas bank dan masih banyak hal – hal lainya.
Hubungan hukum antara bank dengan nasabh menurut Munir Fuady terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1.      Hubungan Kontraktual, dan
2.      Hubungan non kontraktual.[3]
Kewajiban bank dan nasabah diantaranya sebagai berikut:
kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah, yaitu “segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana.
simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998);
Perbankan sendiri memiliki tujuan yang baik dan strategis karena hal ini bukan hanya menyangkut masalah ekonomi akan tetapi banyak aspek diantaranya adalah kestabilan ekonomi nasional kestabilan politik dan kestabilan sosial. Karena hal ini sudah diatur dalam undang – undang perbankan pasal 4 undang – undang perbankan yang berbunyi “perbankan di Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas nasional kearah peningkatan.[4]    
Hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah hubungan hukum ontraktual bersifat umum sebab tidak ada ketentuan khusus yang mengatur. Jadi bisa kita ambil kesimpulan bahwa hubungan antara bank dan nasabah adalah untuk pinjam meminjam. Sehingga bank menempatkan pada peminjam dan nasabah menempatkan dirinya sebagai nasabah atau yang dipinjami.
Jika kita mengacu pada ketentuan tersebut maka hubungan bank dan nasabah bisa kita simpulkan menjadi tiga diantaranya adalah:
1.      sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah);
2.      sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan antara debitur dengan kreditur;
3.       sebagai hubungan implied contract yaitu hubungan kontrak yang tersirat.[5]
Dalam dunia perbankan asas kebebasan berkontrak sebenarnya telah tertuang dalam naskah KUH Perdata diantaranya tertuang dalam rumusan-rumusan Pasal-Pasal 1329, 1332 dan 1338 ayat (1) bahwa[6]:
Pasal 1329 :
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak dinyatakan tak cakap.”
Pasal 1332 :
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.”
Pasal 1338 (ayat 1) :
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Maka dalam hal ini kita bisa menyimpulkan bahwa dalam pasal 1329, 1332 dan 1338 seseorang bisa melakukan perjanjian kecuali mereka yang telah ditetapkan tidak cakap oleh undang – undang dan barang apa saja yang bernilai ekonomis maka bisa dilakukan asa perjanjian.
Pengertian perjanjian
Secara universal perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi bahwa ; “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
Abdulkadir Muhammad mengemukakan Kontrak Baku adalah perjanjian yang menjadi pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha yang pada umumnya telah ditentukan oleh satu pihak yaitu pengusaha[7]
Dalam pembuatan suatu kontrak terdapat beberapa asas yang harus diperhatikan dalam hukum kontrak sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata antara lain: Asas Bersifat Mengatur, di mana hukum akan berlaku sepanjang para pihak dalam perjanjian tidak mengaturnya lain.[8] Namun apabila para pihak menghendaki lain, maka yang berlaku adalah apa yang telah disepakati para pihak kecuali ada undang – undang yang mengatur. Berikut ini adalah Asas- asas dalam perjanjian yaitu:
1.      Asas pacta sunt Servanda, bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah mengikat dan belaku sebagai undang – undang untuk para pihak yang menyetujuinya.
2.      Asas konsesnsual, suatu perjanjian yang dianggab terjadi ketika ada persetujuan diantara kedua belah pihak yang mengharukan untuk memenuhi semua syarat yang dinyatakan saha dalam sebuah perjanjian.
3.      Asas Obligator, adalah perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban ketika syarat sah perjanjian sudah dipenuhi.
Nah dalam makalah ini kami akan membahas asas yang lebih detail yaitu asas kebebasan berkontrak yang telah tertuang dalam dasar hukum yaitu pada KUHPer yaitu pada pasal 1338[9] yang artinya para pihak dalam perjanjian diberi hak untuk membuat dan mengatur sendiri isi dari perjanjian namun harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang – undang yang berlaku, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dan perjanjian terebut dilakukan dengan itikad baik.
Kitab Undang – undang Hukum perdata, tidak menentukan secara tegas syarat bentuk dan syarat isi dari suatu kontrak, dimana seseuai dengan asas kebebasan berkontrak, memberikan kebebasan pada setiap orang untuk dapat memilih bentuk maupun isi kontrak yang diinginkan.[10]
Pasal 1320 ayat (4) Juncto pasal 1337 KUH perdata dapat disimpulkan asalkan bukan mengenai sesuatu yang dilarang oleh udang – undang atau tidak sesuai dengan kesusilaan atau ketertiban umum maka setiap orang mempunyai kebebasan untuk memperjanjikanya. Dalam KUH perdata, selain ketentuan tersebut, tidak ada ketentuan yang menganjurkan maupun tidak memperbolehkan seseorag untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian. Hal ini adalah tepat atau sesuai dengan lingkup asas kebebasan berkontrak.
Asas konsensualitas yang diberlakukan di Indonesia telah memantapkan dalam hal kebebasan berkontrak. Tidak adanya kesepakatan antara kedua belah pihak maka perjanjian tidak dianggab sah.
B.     Hubungan Formal Nasabah dengan Bank?
Hubungan antara bank dengan nasabah tidak lepas dari adanya hubungan penyimpanan dana dan hubungan atas dasar perjanjian pemberian kredit.Hubungan hukum antara bank dengan nasalah yang didasarkan atas perjanjian pemberian kredit. Menurut Thomas Suyatno, “istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan”[11]
Hubungan formal nasabah dengan bank terdapat pada formulir – formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir – formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau juga kuasa pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. dalam formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing – masing formulir tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari satu kesatuan yang tidak terpisahkan.[12]
Dalam prakteknya, formulir – formulir perjanjian itu sudah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak lain untuk disetujui, sehingga dalam pembuatan perjanjian ini tidak seimbang diantara para pihak, bahkan tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk sekedar bernegosiasi untuk beberapa syarat yang telah disodorkan.

C.     Bagaimana Aspek Hukum Para Pihak
            Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk nasabah yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melaksanakan transaksi keuangan.
            Dalam uu No. 10 tahun 1998 dimuat tentang pengertian dan jenis nasabah. Termuat dalam pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah adalah mereka yang menggunakan jasa bank, macam – macam nasabah ada dua yaitu[13]:
1.      Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkut an.
2.      Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Ada tiga macam setidaknya yang dikenal secara praktek yaitu:
a.       Nasabah deposan, nasabah yang menyimpan dananya semisal deposito
b.      Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan
c.       Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank
Menurut kedudukanya maka nasabah bisa terwujud dalam 2 bentuk  sebagaimana subjek hukum yaitu:
1.      Orang
Nasabah bank jika dikaitkan sebagai subjek hukum maka menjadi dua yaitu orang atau badan hukum. Kemudian untuk nasabah di bagi menjadi dua yaitu dewasa dan belum dewasa. Untuk orang dewasa di perbolehkan untuk nasabah giro dan deposito sedangkan yang belum dewasa hanya bisa sebatas menabung dan nasabah lepas untuk transfer.
2.      Badan hukum
Nasabah berupa badan hukum dilihat dari aspek badan hukum terkait persero (corporate law) tersebut diantaranya adalah:
a.       Badan hukum public semisal pemda dan Negara
b.      Perseroan terbatas
c.       Badan usaha milik daerah (BUMD)
d.      Badan usaha milik Negara
e.       Koperasi
f.       Yayasan
g.      Dana pensiun
Kewajiban bank terhadap nasabah di antaranya sebagai berikut: [14]
1.      kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah, yaitu “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998);
2.      kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah, yang dalam kaitannya dengan tanggung jawab mengamankan uang nasabah perlu mengadakan suatu jaminan simpanan uang pada bank.
3.      Kewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah, dengan mengingat fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dana masyarakat, maka bank berkewajiban untuk menerima sejumlah uang dari nasabah atas produk perbankan yang dipilih, seperti tabungan dan deposito.
4.      Kewajiban untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat. Adapun kewajiban yang dimaksud adalah bank wajib melaporkan kegiatan banknya kepada masyarakat secara transparan, artinya selama kurunwaktu tertentu.
5.      Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabah-nya. Adapun yang dimaksud dengan kewajiban ini adalah bank wajib meminta keterangan bukti diri dari nasabah, dengan maksud mencegah hak-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari apabila seseorang akan mengambil atau menarik uangnya dari bank yang bersangkutan.


















III.             Penutup
a.       Kesimpulan
Tugas bank adalah menghimpun dan mendistribusikan kepada masyarakat. Sehingga dalam hal ini terjadi kerjasama antara pihak bank dan nasabah. Bank dan nasabah mempunyai kebebasan untuk mengikat atau tidak mengikat, membuat perjanjian taua tidak membuat perjanjian. Disitulah terdapat asas kebebasan dalam berkontrak.
Ada beberapa asas yang dipakai dalam dunia perbankan yaitu asas – asas yang juga terhimpun dalam perikatan dan perjanjian. Ada dua hubunga yang terjadi yaitu hubungan didasarkan atas kepercayaan dan hubungan yang didasarkan atas penyimpanan. Sehingga dalam hal ini ada kebesan umum. Maka terjadi asas kebebasan kontraktul dan non kontraktual.
Hubungan formal nasabah dengan bank adalah hubungan yang didasaari atas formulir – formulir yang berisi tentang perjanjian dan ketentuan – ketentuan untuk kedua belah pihak saling mengikat untuk membuat sebuah perjanjian atau tidak.
Aspek hukum para pihak bank dan nasabah adalah hampir sama. Dalam artian seperti halnya bank sebagai subjek hukum. Nasabah ada dua ada nasabah perorangan ada yang berbadan hukum.
b.      Saran
Banyak sekali yang tidak bisa kami sampaikan karena keterbatasan ilmu dan refensi maka dari itu kami mohon maaf. Semoga kedepan kami lebih baik lagi dalam menyusun masalah.
   











 

Daftar Pustaka


Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan                                  Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Ahmadi Miru, 2009, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456                       BW , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Edi Andika, “Keabsahan perjanjian baku dalam perjanjian kredit  bank dihubungka           dengan Asas kebebasan berkontrak”, Lex Privatum, 3:2, (Manado, April –Juni 2015)
Ketut Artadi, Rai Asmara Putra, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum                      Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar  2010.
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun                                    1998, Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999
Suwardi,,Raga Taufani, “Tanggung jawab Bank akibat kerugian di derita oleh                                Nasabah”, Jurnal hukum, XVIII:18, (April 2010: 69 -86)
Thomas Suyatno et. all, Dasar-dasar Perkreditan, Edisi keempat, Gramedia Pustaka                     Utama, Jakarta, 1997,
Tri widiyono, Aspek hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,                       (Jakarta Ghalia Indonesia, 2006)
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra Aditya Bakti,2000)



[1] Raga Taufani, “Tanggung jawab Bank akibat kerugian di derita oleh Nasabah”, Jurnal hukum, XVIII:18, (April 2010: 69 -86) hal. 72
[2] Ibid.
[3] Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 102.
[5] . Opcit.
[6] Edi Andika, “Keabsahan perjanjian baku dalam perjanjian kredit  bank dihubungkan dengan Asas kebebasan berkontrak”, Lex Privatum, 3:2, (Manado, April –Juni 2015)
[7] Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra
Aditya Bakti, Bandung, h.6
[8] Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak dari Sudut Pandangan Hukum Bisnis, Citra Aditya, Bandung,
hal.29

[9] Ahmadi Miru, 2009, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW , PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal.78

[10] Ketut Artadi, Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian
kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal. 78
[11] Thomas Suyatno et. all, Dasar-dasar Perkreditan, Edisi keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 12.
[12] Tri widiyono, Aspek hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Jakarta Ghalia Indonesia, 2006) hal 21 -24.
[13] Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra Aditya Bakti,2000), hlm 32 – 33.
[14] Suwardi, SH., MH,Raga Taufani, “Tanggung jawab Bank akibat kerugian di derita oleh Nasabah”, Jurnal hukum, XVIII:18, (April 2010: 69 -86) Hal. 73 -74

Comments

Popular Posts