Cara atau Tujuan sukses

Cara atau Tujuan?
Sebagian besar kita terjebak di pekerjaan, bukan hasil. Hasil tidak pernah ditunjukkan kepada kita. Orang tua kita tidak berani, guru kita juga sama saja, semua hanya menunjukkan kita ke pekerjaan. Setiap kali kita ditanya kalau besar besok jadi apa, jawaban yang diharapkan adalah pekerjaan. Seolah olah dengan menjadi dokter, guru, dosen, bupati, polisi, tentara, semua masalah sudah selesai. Padahal masalahnya baru dimulai. Pikiran sadarnya menginginkan hasil, bawah sadarnya menginginkan pekerjaan. Di sanalah pertarungan seumur hidup yang terjadi pada kebanyakan orang. Mereka bekerja keras mencari uang, kemudian membuangnya untuk kenikmatan, kemudian bekerja keras untuk mendapat lebih banyak dan membuang lagi lebih banyak. Mereka terjebak kepada ilusi bahwa kalau memiliki barang barang mewah seperti rumah, mobil, baju bagus, tas bagus, mereka akan lebih bahagia. Padahal sama sekali tidak. Bawah sadat kita yang menjebak kita pada kehidupan yang disebut hedonic treadmill. Demi apa ? Demi tujuan tunggal pikiran bawah sadar sebagian besar orang, yaitu membuat tuannya terus bekerja keras mencari nafkah. Karena memang itulah yang dimasukkan ke kepala kita saat kita kecil. Bekerja itu bagus, menganggur itu jelek.

Banyak orang yang akhirnya hanya berputar putar saja di pendidikan dan pekerjaan. Belajar kemudian bekerja, merasa ada yang kurang, belajar lagi, mengambil S2 atau S3 atau informal ikut kursus. Setelah itu bekerja lagi, kemudian belajar lagi dan bekerja lagi dan belajar lagi dan bekerja lagi dan belajar lagi. Coba Anda lihat ada berapa banyak sertifikat di almari besi Anda ? Apalagi yang bekerja di bidang kedokteran, keperawatan atau pendidikan. Sistem memaksa kita untuk belajar lagi dan belajar lagi. Padahal tujuan kita sebenarnya adalah hasil. Tetapi seperti ada tembok tebal yang tidak bisa kita tembus.

Kalau saja sejak kecil kita sudah dibiasakan untuk berpikir hasil, bukan kerja, maka langitlah batasnya. Apalagi kalau itu dilakukan sejak balita, maka anak itu akan aman karena pikiran bawah sadarnya akan menuntunnya sendiri menuju hasil. Sejak awal pikiran bawah sadarnya bekerja untuk mencapai penghasilan yang besar. Jalan ke sana akan dibuka lebar. Pekerjaan atau cara bukan lagi menjadi prioritas, hasil yang menjadi tujuan. Sekolah dan bekerja bukan lagi menjadi tujuan seperti sekarang ini, tetapi menjadi alat atau cara. Tentu saja bawah sadar kita akan memilihkan alat atau cara yang tepat untuk mencapai hasil/tujuan. Caranya pasti mengikuti hukum hukum alam dan spiritualitas karena dikendalikan pikiran bawah sadar. Bukan dikendalikan pikiran sadar.
      Saya dulu mengalami itu, yaitu FOKUS PADA CARA, bukan pada hasil. Selama bertahun tahun setelah membaca buku Cashflow Quadrant dan Rich Dad Poor Dad karangan Robert T Kiyosaki, saya tidak melakukan hal yang benar, karena cara yang ditunjukkan tidak cocok untuk saya. Saya mencari jalan lain mendapatkan penghasilan pasif seperti main saham, valas, investasi macam macam dan semuanya gagal. Sekarang saya baru tahu bahwa pola pikir saya belum siap untuk main di kuadran kanan. Apalagi kalau tujuannya untuk mendapatkan hasil yang besar. 

Ini mirip dengan pensiunan direktur perusahaan besar. Perusahaannya memang perusahaan kuadran kanan, tetapi di perusahaan itu, hanya satu orang yang pola pikirnya sudah di kuadran kanan yaitu pemiliknya, karena dia  yang membangun sistem. Sedang sang direktur hanya pelaksana sistem (kuadran kiri). Setelah pensiun kemudian mencoba berbisnis dengan cara kuadran kanan (bekerjasama dengan orang lain), sebagian besar akan bangkrut. Itu sebuah keniscayaan karena dia bermain bukan di wilayah nya. Bahkan Tanri Abeng yang dikenal sebagai manajer 1 milyar tidak bisa membuat usaha sendiri. Beliau pernah mengatakan itu sebagai “kutukan orang tua”, yaitu selalu gagal membangun bisnis sendiri.

Setelah belajar sehari di Sirnagalih (materialisasi), sayapun tahu bahwa hasil yang lebih penting, bukan cara. Pak Haris Suhyar mengatakan bahwa kita bisa meminta apa saja yang belum ada di dunia. Asal kita bisa memikirkannya, Tuhan sudah punya. Apapun yang ada di dunia sekarang ini, tadinya tidak ada, sampai ada orang yang memikirkannya, maka terwujudlah benda itu. Sebut saja sendok, garpu, sisir, ballpoint, potlot, kursi, meja, handphone, mobil, becak, motor semuanya tadinya tidak ada, sampai ada orang yang memikirkannya dan fokus kepadanya. Jadi fokus saja pada hasil yang ingin dicapai, biarlah Tuhan yang nanti mencarikan caranya. Kalau kita yang memikirkan caranya, otak kita tidak akan sampai. Bahkan bisa bisa penuh siasat dan merugikan orang lain, karena pada dasarnya kita memang egois. Kita 10.000 kali lebih tertarik kepada diri kita dibanding tertarik kepada orang lain.

Comments

Popular Posts