Resume Segala sesuatu adalah mubah (Yusuf Qaradhawi)



Asal usual dari segala sesuatu adalah Mubah di sadur dari karya Yusuf Qardhawi (Halal dan haram).
            PRINSIP PERTAMA yang diterpakan Islam ialah bahwa asalah segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh Nash yang shohih dan tegas dari pembuat syari’at yang mengharamkanya. Apabila tidak terdapat nash yang shahih – seperti sebagian hadist Dha’if atau tidak tegas penunjukanya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya yaitu mubah.[1]
            Jika kita membaca paparan Yusuf Qaradhawi diatas dalam bukunya halal dan haram kita akan bisa memahami bahwa pada dasarnya segala sesautu adalah mubah selama tidak ada dalil yang melarang karena pada dasarnya Allah SWt menciptakan segala sesuatu di dunia ini untuk di manfaatkan oleh manusia. Allah berfirman:
“Dia – lah Allah yang menjaikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. Al Baqarah 29.
“Dia menundukkan untukmu apa yang ada dilangit dan bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari – Nya” (al Jatsiyah:13)
Menarik memang untuk kita bahas karena semua yang ada langit dan dibumi ternyata diciptakan untuk manusia.  Ini berarti bahwa Allah memberikan banyak sekali kemudahan dalam menjalani hidup di dunia ini. Secara tidak langsung bila kita melihat dalil Al Qur’an diatas sebenarnya Allah hanya menyempitkan keharaman dan meluaskan kehalalan. Seumpama Allah mengharamkanya itu karena terdapat berbagai hikmah dan sebab – sebab yang mungkin kita tidak tahu buruknya hal itu.
Jika kita pahami dalil – dalil Al Quran dan Sunnah sebenarnya dalil - dalil tentang penghraman sangat sedikit. Sedangkan yang belum ada dalilnya sangat banyak karena pada dasarnya hanya Allah yang menetapkan keharaman dan menetapkan kehalalan. Tapi dengan kebijakanya Allah lebih membanyakan kehalalan. Ini sebenarnya sangat memudahkan manusia dalam mencari pahala dan kebaikan denga memakan makan – makanan yang halal dan perbuatan yang halal lain tanpa menyentuh keharaman.
الحلا ل مااحلّ الله في كثابه والحرام ما حرّم االله في كثابه, وما سكث عنه فهو ممّا عفا لكم.
Yang halal ialah apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab –Nya, dan yang haram ialah apa yang diharamkan Allah di dalam kitab – Nya; sedang apa yang di diamkan oleh-Nya berarti dimaafkan untukmu.[2]
Didalam hadist diatas dapat kita simpulkan bahwa rasulullah ketika ditanya seperti memberi suatu kaidah atau metode yang bisa kita jadikan rujukan bahwa apa yang diharamkan oleh Allah sudah jelas di dalam kitab – kitabnya sedangkan yang lain halal dan baik.
Sebelumnya kita harus mengambil pemahaman bahwa “segala sesuatu asalnya adalah mubah” kaidah ini bukan hanya soal makanan atau benda saja akan tetapi dalam segala hal baik berfikir, bermuamalah atau yang lainya selama tidak termasuk aktifitas dalam ibadah. Adat dan tradisi pun sebenarnya tidak ada masalah asalkan tidak melanggar syariat yang telah ditetapkan Allah SWT berfirman.  
وقد فصل لكم ما حرّما عليكم
“Dan Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamka-Nya atasmu”. (Al – An’ am)
Tentang dalil Al Quran diatas Allah tidak membatasi baik benda maupun hal lainya. Kecuali dalam perkara ibadah kepada Allah karena itu ibadah menyembah kepada Allah maka Allah sendirilah yang memberikan jalan atau tuntunan untuk menyembah –Nya.
Maka barangsiapa yang dengan sengaja membuat sendiri cara ibadah kepada Allah itu sudah dipastikan tertolak karena hanya Allahlah yang membuat syariat ibadah karena Ia lah yang tahu cara untuk dekat denganya. Maka dalam hal bermuamalah Allah tidak banyak memberi batasan atau syariat akan tetapi dalam hal beribadah sangatlah ketat aturanya karena Allah sudah memberi kelonggaran dalam hal bermuamalah.
Sehingga ibadah tidak bisa dibuat sendiri aturanya, berbeda dengan muamalah karena adat, sifat dan kepribadian manusia berbeda – beda. Sehingga dalam hal bermuamlah pun Allah memeberi kebijakan dengan tidak banyak memberi batasan terhadapa manusia untuk saling berinterkasi terhadap sesamanya. Beda dengan Ibadah yang hanya menyembah Allah semata jadi karena ibadah yang disembah hanya Allah maka syariatnya dimanapun dan mestilah sama karena hanya Allah yang kita sembah.
Adat adalah sesuatu yang ditaati oleh penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhanya. Sehingga adat dari berbegai tempat sangatlah berbeda  dengan adat yang ada ditempat lain. Bahkan desa satu dengan desa yang lain pasti ada perbedaan adat meski sedikit. maka hukum dari masalah ini adalah mubah. Kita pasti akan merasa bosan jika dalam berbagai hal diatur, kita juga pasti bosan jika semuanya sama. Ini adalah kebijakan dan kemaha kuasaan Allah yang menciptakan manusia berbeda – beda.
Sehingga masalah dalam hal bermuamalah selama tidak melanggar yang telah diatur Allah maka tidak terlarang, seperti hibah, sewa, kontrak dan lain sebagainya. Dengan begitu manusia bisa melakukan jual beli, sewa menyewa dan lainya sesuai kebutuhanya. Meski tidak semuanya halal kadang ada yang makruh dan kadang ada yang haram. Selama tidak melanggar aturanya maka dalam hal ini kambali kekaidah semula bahwa segala seuatu pada dasarnya mubah.


[1] Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Terj, Abu Sa’id al falahi dan Ainur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 2009) hal 20.
[2] . diriwayatkan oleh at – tirmidzi dan Ibnu Majah. Takhrij no 3.




Comments

Popular Posts