Makalah Organisa Pekerja/Buruh
Organisa Pekerja/Buruh
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Hukum Ketenaga Kerjaan
Dewan pengawas lapangan: Muhammad Shoim, S. Ag, M.H.
Oleh:
M.
Nadhiful Labib (1402036064)
Nova Ismanto (1402036121)
Ahmad
Wafyudin (1402036133)
Firlyana
Dwi a (1402036134)
Siti Muafah (1402036154)
HUKUM EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di Negara - negara berkembang pada umumnya memiliki
tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi, dari angka resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal
masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak
terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi
pengangguran.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai
kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah pengangguran dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang
merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga
dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Dalam konteks perjuangan hak-hak pekerja/buruh ada beberapa pilar
yang sangat berperan dalam penegakan serta melindungi hak-hak pekerja/buruh
dalam mewujudkan kesejahteraannya. Salah satu pilar itu adalah organisasi
serikat pekerja/Organisasi buruh. Eksistensi serikat pekerja/serikat buruh
bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat pekerja/organisasi buruh dalam
memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga pekerja/buruh telah banyak
merasakan manfaat organisasi serikat pekerja/organisasi buruh yang betul-betul
mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak buruh.
Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam memperjuangkan hak-haknya, dengan menjadi anggota serikat pekerja/organisasi buruh akan meningkatkan bargaining baik secara individu maupun keseluruhan. Serikat pekerja/organisasi buruh dapat mengawasi (control) pelaksanaan hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, serikat pekerja/serikat buruh sangat berperan penting bagi pekerja.
Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam memperjuangkan hak-haknya, dengan menjadi anggota serikat pekerja/organisasi buruh akan meningkatkan bargaining baik secara individu maupun keseluruhan. Serikat pekerja/organisasi buruh dapat mengawasi (control) pelaksanaan hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, serikat pekerja/serikat buruh sangat berperan penting bagi pekerja.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan organisasi pekerja/buruh?
2.
Apa yang dimaksud dengan organisasi pengusaha?
3.
Apa yang dimaksud dengan organisasi perburuan internasional?
4.
Bagaimana hubungan perburuhan pada umumnya?
5.
Bagaimana tujuan dari perburuhan?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pekerja/Buruh
Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Dalam definisi tersebut terdapat dua unsur, yaitu unsur orang bekerja dan unsur
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Istilah
pekerja dan buruh secara yuridis sebenarnya adalah sama dan tidak ada perbedaan
di antara keduanya. Kedua kata tersebut dipergunakan dan digabungkan menjadi
pekerja/buruh dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 untuk menyesuaikan dengan
istilah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang terdapat dalam UU No.21 Tahun 2000
yang telah diundangkan sebelumnya.
Melalui
Undang-undang No.13 Tahun 2003 pembedaan pekerja/buruh hanya didasarkan pada
jenis kelamin (pekerja/buruh perempuan dan laki-laki) dan usia (pekerja/buruh
anak). Pembedaan ini dilakukan bukan dalam rangka diskriminatif tetapi untuk
melindungi pekerja/buruh yang lemah daya tahan tubuhnya dan untuk menjaga
norma-norma kesusilaan.[1]
Pekerja/Buruh
Perempuan
Masalah
pekerja/buruh perempuan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 mendapatkan
perhatian khusus. Di antara perhatian khusus yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1.
Pekerja/buruh peremluan yang berusia kurang dari 18 Tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00
2.
Pekerja/buruh perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya jika bekerja
malam hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga pukul 07.00
3.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul
23.00 hingga pukul 07.00 wajib:
a.
Memberikan makanan dan minuman bergizi
b.
Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00
hingga pukul 05.00.[2]
Pekerja/Buruh
Anak
Selain
masalah pekerja/buruh perempuan yang mendapatkan perhatian khusus adalah
pekerja/buruh anak. Batasan anak dalam hukum ketenagakerjaan adalah setiap
orang yang berumur dibawah 18 Tahun.
Pada
dasarnya pengusaha dilarang mempekerjakan anak, sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 68 Undang-undang No.13 Tahun 2003. Tujuannya untuk melindungi anak agar
tidak terganggu pertumbuhan dan kesehatannya. Larangan mempekerjakan anak dapat
dikecualikan apabila anak yang bekerja tersebut berusia antara 13 Tahun hingga
15 Tahun dan hanya melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatannya. Syarat-syarat anak dapat dipekerjakan apabila:
1.
Ada izin tertulis dari orang tua/wali
2.
Ada perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali
3.
Waktu kerja maksimum 3 jam per hari
4.
Dilakukan siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah
5.
Kesehatan dan keselamatan kerjanya diutamakan
6.
Adanya hubungan kerja yang jelas
7.
Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Pelanggaran
terhadap ketentuan di atas merupakan tindak pidana kejahatan yang dapat dipidana
penjara sekurang-kurangnya 1 Tahun dan paling lama 4 Tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah). Ketentuan tentang pekerja/buruh anak tersebut tidak berlaku
bagi anak yang bekerja pada usaha keluarga.
Pekerja/buruh
anak dilarang dipekerjakan dan dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk,
meliputi:
1.
Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya
2.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan dan melibatkan anak
dalam pelacuran, produksi pornografi, pertujukan porno atau perjudian
3.
Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan
anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya
4.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral
anak.[3]
Pekerja/Buruh
Tenaga Kerja Asing
Tenaga
kerja adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud untuk bekerja di
wilayah Indonesia. Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja
asing wajib memiliki izin tertulis dari instansi yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam
hubungan kerja untuk jabatan-jabatan tertentu dan waktu tertentu. Kewajiban
untuk memiliki izin penggunaan tenaga kerja asing ini tidak berlaku bagi
perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik
dan konsuler.
Izin
penggunaan tenaga kerja asing tersebut harus sesuai dengan Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang telah disahkan oleh pejabat yang ditunjuk dan
sekurang-kurangnya memuat:
1.
Alasan penggunaan tenaga kerja asing
2.
Jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur
organisasi perusahaan
3.
Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing
4.
Penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping (counterpart) tenaga kerja asing yang
dipekerjakan.[4]
B.
Organisasi pengusaha
Organisasi
pengusaha di Indonesia sebenarnya telah tumbuh sejak zaman belanda. beberapa
organisasi pengusaha yang telah ada saat itu, misalnya Nederlandsche
maatschappij voor Nijverheid yang didirikan Tahun 1853, sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi setelah proklamasi kemerdekaan, organisasi pengusaha tumbuh
dan bekembang sangat pesat. Pada sektor-sektor atau bidang tertentu selalu
berbentuk organisasi pengusaha sendiri-sendiri, misalnya organisasi pengusaha
yang bergerak dibidang tekstil, dan kertas. Keseluruhan organisasi penguasaha
tersebut berafiliasi atau merupakan bagian dari kamar dagan dan industri
(KADIN) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 49 1973.
Organisasi
pengusaha yang bergerak dibidang sosial ekonomi termasuk ketenagakerjaan adalah
Asosiasi pengusaha Indonesia ( APINDO ). Semulah APINDO adalah organisasi
dibidang sosial ekonomi yang bernama Stichting Centraal Sociaal Werkgevers
Overleg (SCSWO) yang kemudian namanya diubah menjadi Yayasan Badan
Permusyawaratan Urusan Sosial pengusaha di Indonesia dengan akta Notaris Raden
Meester Soewandi Nomer 62 Tahun 1952. Melalui Musyawaroh Nasional di Yogyakarta
Tahun 1982. YBPUSPI diubah mmenjadi permusyawaratan urusan sosial ekonomi
pengusaha Indonesia (PUSPI). Nama PUSPI, kemudian diubah menjadi Asosiasi
pengusaha Indonesia (APINDO) pada musyawarah Nasionalnya di Surabaya tanggal
29-31 Januari 1985.
APINDO
merupakan wakil pengusaha dalam lembaga kerja sama Tripartit, sebuah wadah
kerja sama antara perintah, pengusaha dan serikat pekerja / serikat buruh yang bertujuan untuk
memecahkan masalah - masalah sosial ekonomi terutama dibidang ketenagakerjaan
dan bentuk pada tanggal 1 mei 1968. Kegiatan-kegiatan APINDO, antara lain
advokasi kepada anggota, pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia
Indonesia Khusunya dibidang ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Dalam
menjalankan aktivitasnya, APINDO juga menjalin kerja sama dengan mitranya baik
dari dalam maupun luar negeri.[5]
C.
Organisasi perburuhan Internasional (International Labour
Organization (ILO)
Organisasi
perburuan International atau International Labour Organization (ILO) merupakan
organisasi PPB yang didirikan pada tanggal 11 April 1919, yang berpusat di
Ganewa, Swiss. Pada tahun 1946 setelah PD II, ILO berubah menjadi salah satu
badan khusus PBB, yakni menjadi bagian dari dewan Ekonomi dan Sosial yang
bergerak dibidang sosial dan perburuan.
1.
Prinsip dan Tujuan Berdirinya ILO
Organisasi ini
berdiri atas prinsip filosofi bahwa perdamaian menyeluruh dan abadi hanya dapat
dicapai bilah didasarkan pada keadilan sosial. Unsur penting dalam keadilan
sosial antara lain penghargaan atau HAM standar hidup yang layak kondisi kerja
yang manusiawi, kesempatan kerja dan keamanan ekonomi.
Tujuan
berdirinya ILO menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat diseluruh dunia,
khususnya kaum pekerja / buruh. Fungsi ILO disamping sebagai pembuat standar
pemburuhan internasional, juga melakasanakan program operasional dan pelatihan
pemburuan. Untuk itu tugas ILO adalah :
a.
Terciptanya perlindungan hak-hak pekerja
b.
Memperluas lapangan kerja
c.
Meningkatkan taraf hidup para pekerja / buruh
2.
Struktur organisasi ILO
Strukturr organisai ILO terdiri tiga badan, yaitu :
a.
Sidang umum atau konferensi Internasional (Internasional Labour
Conference atau ILC ), merupakan forum pleno ILO yang mempunyai kekuasaan
tertinggi dalam memutuskan semua aktivitas ILO.
b.
Badan pengurus atau Governing Body, merupakan badan pengambil
keputusan.
c.
Kantor perburuan Internasional, merupakan sekretariat permanen ILO.
3.
Manfaat menjadi Anggota ILO
Indonesia
melaluii Dr. Moh. Hatta akhirnya seacara resmi terdaftar sebagai anggota ILO
sejak tanggal 12 juni 1950.
Manfaat yang diperoleh menjadi anggota ILO yaitu :
a.
Meningkatkan wawasan dibidang ketenagakerjaan
b.
Memperluas akses dalam kerja sama bilateral sesama anggota ILO
c.
Mendapat bantuan kerja sama teknis.
d.
Memperoleh pedoman standar ketenagakerjaan internasional.
e.
Meningkat kualitas SDM
Bantuan kerja sama tekni yang diberikan ILO terutama dibidang :
1.
Pelatihan dan rehabilitas kejuruan.
2.
Kebijaksanaan dibidang penciptaan lapangan
kerja dan penempatan tenaga kerja.
3.
Administrasi ketenagakerjaan/ perburuan
4.
Undang-undang ketenagakerjaan dan hubungan industrial.
5.
Kondisi kerja
6.
Pengembangan menejemen
7.
Koperasi.
8.
Jaminan sosial.
9.
Statistik ketenagakerjaan
10.
Keselamatan dan kesehatan kerja.
Konvensi ILO
adalah perjanjian internasional yang dibuat untuk diratifikasi oleh negara
anggota untuk menjadi hukum positif. Jadi makna ratifikasi disini adalah menjadikan
hukum internasional sebagai hukum nasional. sedangkan rekomendasi ILO adalah instrumen
ketengakerjaan yang bersifat tidak mengikat, yang menetapkan pedoman sebagai
informasi kebijakan nasional.[6]
D.
Hubungan Perburuhan Pada Umumnya
1.
Mengadakan Perjanjian Kerja
Seseorang atau lebih mengikat suatu perjanjian dengan orang lainnya
atau lebih adalah karena ia atau mereka mempunyai maksud tertentu, yaitu
memperoleh suatu hak secara legal. Tentang hal ini tercantum dalam
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bab
kedua, bagian kesatu.
Demikian pula dalam hal perjanjian kerja, seseorang buruh
mengadakan perjanjian dengan pihak perusahaan atau majikan, ia mengikatkan
dirinya dalam hal itu karena dengan maksud untuk memperoleh upah. Ia mengetahui
bahwa untuk memperoleh haknya itu harus memberikan sesuatu kepada pihak
pimpinan atau majikan yaitu berupa mengerahkan jasa-jasanya sebagai kewajiban
yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilalaikan. Hal demikian, tentang perjanjiannya
dalam KUH Perdata diatur dalam pasal 1314 ayat ( 3 ), yang berbunyi : Sesuatu
persetujuan atas beban adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing
pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.[7]
a.
Memberikan Sesuatu
1)
Memberikan pekerjaan yang layak.
2)
Memberikan upah yang layak yang berlaku umum dalam perushaan
tersebut.
b.
Berbuat Sesuatu atau Tidak
Berbuat Sesuatu
1)
Pihak buruh harus menunjukkan efisiensi kerja, harus tunduk pada
perintah serta menjauhi apa yang dilarang dalam kerja.
2)
Pihak majikan, harus memenuhi segala ketentuan dan peraturan yang
berlaku bagi pihak buruh, sehingga pihak buruh tidak akan merasa dirugikan atau
merasa sulit untuk melaksanakan kerjanya masing-masing.[8]
E.
Tujuan Mengadakan Perjanjian Perburuhan
Perjanjian
perburuhan diadakan oleh kedua belah pihak untuk mendapatkan persetujuan apa
yang dikehendakinya, dengan kata lain : adanya keluasaan untuk bersepakat.
Walaupun demikian, keleluasaan itu harus dibatasi yakni hanya dalam pemerintah
yang dianggap layak, beban pemerintah memegang teguh tujuannya untuk melindungi
siapa yang lemah, agar tercapai keseimbangan yang mendekatkan masyarakat kita
kepada tujuan negara yang mencapai hidup layak bagi kemanusiaan dan warga
neraga lainnya.
Antara lain harus diperhatikan ketentuan-ketentuan yang dimuat
dalam :
1.
Undang-Undang Kerja nomor 12 tahun 1948.
2.
Undang-Undang tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh
dan Majikan nomor 21 tahun 1954.
3.
Peraturan Pemerintah tahun nomor 49 tahun 1954.
4.
Undang-Undang tentang Persetujuan Konvensi ILO nomor 98 tentang
berlakunya dasar-dasar daripada pihak berorganisasi dan untuk berunding bersama
( undang-undang nomor 18 tahun 1956 ).
5.
Undang-Undang mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga
Kerja, nomor 14 tahun 1969.[9]
Pihak-pihak yang melibatkan diri dalam perjanjian perburuhan
Dalam Undang-Undang nomor 21
tahun 1954 ditegaskan bahwa pihak-pihak yang melibatkan diri dalam mengadakan
perjanjian perburuhan ialah serikat buruh yang telah terdaftar dalam Departemen
Tenaga Kerja dengan pihak majikan, atau pihak majikan yang berbadan hukum.
1.
Serikat Buruh
Yang dimaksud dengan serikat buruh
adalah organisasi atau gabungan organisasi buruh yang dibentuk secara sukarela
atau buruh-buruh indonesia dengan tujuan terutama untuk memperbaiki atau
mempertahankan kedudukan buruh dalam hubungan kerja, tujuannya yaitu melindungi
kepentingan-kepentingan buruh. Setiap serikat buruh harus memiliki peraturan
dasar antara lain memuat :
a.
Nama dan tempat kedudukan di Indonesia.
b.
Azas dan tujuan serta usaha-usaha untuk mencapai tujuan itu.
c.
Hak dan kewajiban anggota, syarat-syarat keanggotaan dan cara masuk
/ berhenti sebagai anggota.
d.
Susunan pengurus serta ketentuan tentang pengangkatan,
pemberhentian, hak dan kewajibannya.
e.
Ketentuan mengenai rapat umum anggota dan kongres.
f.
Ketentuan mengenai mereka yang mewakili serikat buruh di luar dan
di muka pengadilan.
g.
Kewajiban pengurus untuk tiap tahun mengadakan perhitungan dan
pertanggung jawaban tentang keadaan keuangan.
h.
Cara membubarkan serikat buruh.[10]
III. Penutup
Buruh mendapatkan upah dalam beberapa
bentuk bisa uang atau hal lain. ini terdapat dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Wanita dalam perburuhan mempunyai beberapa
keistimewaan sehingga perusahaan di tuntut untuk memperhatikan wanita. Anak –
anak yang bekerja harus mendapatkan izin dari orang tua dan beberapa syarat
lainya.
Organisasi pengusaha pada dasarnya telah
terbentuk dari zaman Belanda kemudian terbentuklah KADIN (Kamar dagang
Idustri). Bukan hanya bergerak dalm perindustrian akan tetapi juga biidang
social dan ekonomi. Ada juga hubungan perburuhan internasional atau di kenal
dengan ILO.
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang
mengikat untuk dibutuhkan tenaganya dan akan mendapat upah. Sehingga dalam
perjanjian ketenaga kerjaan akrena berkaitan dalm hal upah di aturlah dalam UU
untuk melindungi baik pekerja maupun pengusaha.
Daftar Pustaka
G.Kartasapoetra,
Pokok-Pokok Hukum Perburuan, (Bandung: CV. ARMICO, 1982),
Purbadi
Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang Selatan : Universitas
Terbuka, 2014)
http://yoerdani.blogspot.co.id/2010/11/organsasi-pekerjaburuh-organisasi.html
diakses tgl.23 Maret
2017
[1] Purbadi Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka, 2014), hlm.2.2.
[2] Purbadi Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka, 2014), hlm.2.3-2.4.
[3] Purbadi Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka, 2014), hlm.2.4-2.5
[4] Purbadi Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang Selatan
: Universitas Terbuka, 2014), hlm.2.6-2.7.
[5] Purbadi Hardjoprajitno, Hukum Ketenagakerjaan, (Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka, 2014), hlm.2.24-2.25
[7]G.Kartasapoetra, Pokok-Pokok Hukum Perburuan, (Bandung: CV.
ARMICO, 1982), hlm.73.
Comments
Post a Comment